Pandangan ulama Kabupaten Bantul terhadap akad nikah via telekonfrensi

Judul : Pandangan ulama Kabupaten Bantul terhadap akad nikah via telekonfrensi
Pengarang : Akhmad Fadly Syahputera
Publikasi : .Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga,2008
Subjek : Hukum perkawinan (Munakahat) – rukun nikah
Kata Kunci : .Perkawinan, pernikahan, rukun nikah, akad nikah, telekonfrensi, telekonfrence

Abstrak : Skripsi ini mengkaji masalah akad nikah yang dilakukan melalui perantara video konferensi/telekonferensi. Telekonferensi merupakan salah satu alat/media telekomunikasi jarak jauh yang ada sekarang ini. Dengan alat ini, orang bisa mendengar suara dan melihat gambar lawan bicaranya yang berada di tempat lain tanpa harus melakukan perjalanan jauh yang memakan waktu lama. Hal ini dilatarbelakangi oleh pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta perubahan sosial yang terjadi di masyarakat. Paradigma ini menjadi tantangan bagi hukum Islam untuk menjawab permasalahan-permasalahan yang timbul di masyarakat sebagai akibat dari perkembangan zaman. Melalui ulama, sebagai pewaris Nabi dan orang yang ahli dalam hukum Islam, diharapkan semua permasalahan agama yang ada di masyarakat dapat dijawab. metode deskriptif analitis, penelitian ini menganalisis pendapat ulama yang ada di kabupaten Bantul tentang akad nikah melalui telekonferensi. Data-data diperoleh melalui observasi formil dan wawancara dengan ulama yang dianggap representatif untuk dijadikan subyek penelitian ini. Hasil wawancara tersebut akan dibandingkan satu dengan yang lain untuk ditarik kesimpulan mengenai hukum akad nikah melalui telekonferensi. Ulama kabupaten Bantul berbeda pandangan dalam menanggapi hukum akad nikah tersebut. Sebagian dari mereka melarang pelaksanaan akad nikah yang dilakukan dengan perantara telekonferensi. Pandangan ini didasarkan pada pemahaman terhadap redaksi yang tercantum dalam kitan-kitab fikih klasik. Dalam kitab-kitab tersebut syarat dan rukun nikah dituliskan menggunakan kata hudur, yang berarti hadir secara fisik. Selain itu, mereka juga menganggap pernikahan seperti itu tidak memenuhi syarat satu majlis, karena salah satu dari dua orang yang melakukan akad ijab dan kabul (‘aqidan) tidak hadir secara fisik. Sehingga pernikahan itu tidak sah. Pendapat yang berbeda dilontarkan oleh ulama lain, mereka membolehkan akad nikah melalui telekonferensi, karena hakikat dari akad nikah adalah terjadinya ijab dan kabul yang dilakukan oleh ‘aqidan baik secara langsung maupun tidak langsung. Kehadiran ‘aqidan dalam majlis akad nikah tidak dianggap sebagai sebuah keharusan. Namun proses ijab dan kabul harus diketahui oleh kedua belah pihak yang melaksanakan akad dan disaksikan oleh dua orang saksi.
Dokumen : mm4010