Showing posts with label zz.umar falahul alam. Show all posts
Showing posts with label zz.umar falahul alam. Show all posts

Tasawuf Dalam Puisi Arab (Studi Puisi Sufistik abdul wahab Al-bayati)

Judul : TASAWUF DALAM PUISI ARAB MODERN (Studi Puisi Sufistik Abdul Wahab Al-Bayati)
Pengarang : Khairul Fuad
Publikasi : Semarang: IAIN Walisongo, 2005
Subjek : Tasawuf
Kata Kunci : Sufi, Sufisme, Puisi Sufi, Corak puisi sufi, sastra sufi
Abstrak : Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui corak tasawuf di dalam puisi Abdul Wahab Al-Bayati dan mengeksplorasi lebih jauh ide-ide sufistik al-bayati di dalam puisi-puisinya. Metode hermeneutik yang digunakan dalam penelitian ini mencakup tiga kegiatan yaitu memahami teks, menafsirkan dan menerapkan sebuah teks dengan menyelami fenomena penanda (signifier) dan petanda (signified), untuk melakukan pendekatan simbolisme yang menghubungkan secara fungsional antara tasawuf dan sastra. Adul Wahab Al-Bayati adalah penyair dari negeri Iraq, alumnus Akademi Pelatihan Guru di Baghdad pada usia 24 tahun, dia mengambil jurusan Bahasa Arab. Pada tahun 1950, dia mengakhiri karir guru, kemudia mempublikasikan bunga rampai pertamanya, yang berjudul Malaika wa Sayatin (malaikat dan setan). Al-Bayati mangekspresikan karya puisinya menggunakan simbol-simbol dari para tokoh sejarah dunia atau sebuah tempat, termasuk juga unsur-unsur tasawuf yang sangat mendominasi dalam gaya bahasanya (uslub), sehingga karya-karyanya kadang-kadang sulit dipahami. Misalnya dalam unsur tasawuf, dia menulis puisi tentang sepak-terjang tokoh tasawuf Al-Hallaj. Dalam puisinya yang lain berjudul Ain al-Syams (eye of the sun), Al-Bayati mengungkapkan hubungan percintaan antara Ibn Al-Arabi (1156-1240 M) dengan kekasihnya Al-Nizam. Al-Bayati menulis puisi tersebut dengan menggunakan tehnik simbolisme, yaitu simbol sufistik, seperti kijang yang disimbolkan sebagai rahasia Tuhan dan cahaya merupakan simbol Tuhan.
Dokumen : fulltext

ETIKA BERBUSANA (Studi Kasus Terhadap Pola Berbusana Mahasiswi IAIN Walisongo Semarang)

Judul : ETIKA BERBUSANA (Studi Kasus Terhadap Pola Berbusana Mahasiswi IAIN Walisongo Semarang)
Pengarang : Hatim Badu Pakuna
Publikasi : Semarang: Program Pascasarjana IAIN Walisongo, 2005
Subjek : Akhlak
Kata Kunci : Sufi, Sufisme, Etika Islam, Busana wanita islam, Aurat
Abstrak : Etika Islam merupakan aturan baik dan buruk perbuatan manusia yang disandarkan pada ajaran-ajaran Islam dalam berbagai aspek termasuk berbusana. Menurut Ibrahim Muhammad Al-Jamal dalam bukunya, Fiqh Wanita, seorang muslimah dalam berbusana hendaknya memperhatikan patokan; menutupi seluruh tubuh selain yang bukan aurat yaitu wajah dan kedua telapak tangan, tidak ketat, tidak tipis menerawang, tidak menyerupai pakaian lelaki, dan tidak berwarna menyolok. Jilbab menjadi cukup menarik apakah mencirikan kesalehan, sebagai penutup aurat rambut dan leher, atau hanya sebatas identitas wanita muslimah. Di satu sisi, jilbab menjadi simbol pakaian muslimah santri, terutama yang berasal dari pesantren. Di sisi lain, ia dijadikan busana yang lazim dikenakan pada momentum kerohanian; shalat, pengajian, berkabung, bahkan saat menghadiri pesta pernikahan. Bahkan para artis yang biasanya tidak memakai jilbabpun pada bulan ramadhan ramai memakainyaa. Nampaknya pemakaian jilbab tak ada hubungan dengan kesalehan maupun ketaatan beragama, sebab, setelah momentum berlalu jilbabpun berlalu. Lalu bagaimana dengan mahasiswi IAIN Walisongo Semarang dengan jilbab tersebut? Penelitian ini mencoba mengungkap berbagai pendapat dan pandangan sebenarnya dari persepsi KAMMI, HMI, IMM, PMII, UKM Music, Teater dan Mawapala, yang ternyata banyak keragaman pola berbusana yang mereka pakai. Pemahaman keagamaan dan pola berbusana mahasiswi IAIN yang sesuai dengan etika Islam inilah yang dikaji dalam tesis ini.
Dokumen : fulltext

Aliran Rifa'iyyah di Kabupaten Temanggung (Kajian Tentang Implementasi Ajaran tasawuf K.H. Ahmad Rifa'i)

Judul : ALIRAN RIFA’IYAH DI KABUPATEN TEMANGGUNG
(KAJIAN TENTANG IMPLEMENTASI AJARAN TASAWUF K.H. AHMAD RIFA’I)
Pengarang : Muslich
Publikasi : Semarang: Program paascasarjana IAIN Walisongo, 2008
Subjek : Rifa'iyyah (Tarekat)
Kata Kunci : Sufi, Sufisme, Aliran sufi, Rifa'iyyah,Tarekat
Abstrak : Penelitian yang digunakan untuk mengkaji ajaran KH. Ahmad Rifa’I kepada pengikutnya dan sejauh mana pengaruh ajaran tersebut masih diamalkan dalam ritus atau praktek-praktek keberagamaan pengikutnya saat ini, menggunakan metode kualitatif deskriptif, dengan jenis penelitian Grounded research. Ajaran K.H. Rifa’I sering dikenal dengan aliran/paham Rifa’iyyah, sebagai nama yang dinisbahkan ke K.H. Ahmad Rifa’i. Setting penelitian ini mengambil lokasi di kabupaten Temanggung khususnya kecamatan Wonoboyo. Menurut data penganut rifa’iyyah sampai sekarang ini berjumlah 70.000 anggota dan tersebar di daerah Kendal, Kalisalak, Wonosobo dan Temanggung. Kyai H. Ahmad Rifai dalam mensyiarkan Islam berpatokan pada tiga asas utama yaitu syariah, usul ad-din dan tasawwuf, untuk memudahkan pengajaran dan pemahaman serta penerapan ajarannya K.H. Ahmad Rifa’I menciptakan sebuah kitab yang sangat terkenal berformat syair dengan memakai bahasa arab/jawa pegon. Penganut Rifaiyyah dikenal dengan “Islam Tarojumah”, atau dikenal dengan Umat nglakoni printah ngedohi cegah.
Dokumen : fulltext

Tasawuf di Kalangan Intelektual Muhammadiyah kota Semarang

Judul : TASAWUF DI KALANGAN INTELEKTUAL MUHAMMADIYAH KOTA SEMARANG
Pengarang : A.Sya’roni Tisnowijaya
Publikasi : Semarang: Program Pascasarjana IAIN Walisongo, 2008
Subjek : Tasawuf
Kata Kunci : Sufi, Sufisme, Kepribadian Sufistik, intelektual dan tasawuf, Perilaku Sufi
Abstrak : Permasalahan utama penelitian ini membahas persepsi intelektual Muhammadiyah Kota Semarang terhadap ajaran tasawuf. Jenis penelitian ini adalah kualitatif dengan menggunakan pendekatan naturalistik. Muhammadiyah secara formal menolak tasawuf, karena tasawuf seringkali diselewengkan menjadi tarekat dengan praktik-praktik ritual yang sangat ketat. Tidak didapatinya tawash-shulan, yasinan, tahlilan atau manaqiban seperti yang dipunyai NU bukan berarti amalan-amalan tasawuf dan dzikir tidak dikenal di kalangan Muhammadiyyah. Amalan-amalan tasawuf dapat diterima sepanjang menjadi praktik individual untuk meningkatkan akhlaq terpuji. Muhammadiyah juga menganjurkan para anggotanya untuk memperbanyak shalat sunnat, dzikir dan wirid, serta mengedepankan sikap ikhlas dalam beraktivitas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara umum terdapat tiga sikap di kalangan intelektual Muhammadiyah terkait dengan eksistensi tasawuf yaitu menolak secara total, terbuka terhadap keberadaan tasawuf dan akomodatif. Menurut paham Muhammadiyah beribadah adalah suatu konsep yang sudah paten dan tidak boleh direkayasa, landasan utamanya adalah al-Qur’an dan Sunnah, sehingga apabila tidak ada tidak boleh dilakukan. Namun dalam Muhammadiyah terminologi spiritualitas seperti dzikir itu ada dan lebih sering disebut dengan istilah “akal dan hati suci” atau “Spiritualitas yang Syariahistik”
Dokumen : ಫುಲ್ಲ್ತೆಕ್ಷ್ತ

Konsep Waktu Dalam tasawuf : Memahami Dimensi Pengalaman Spiritual Sufi

Judul : KONSEPSI WAKTU DALAM TASAWUF Memahami Dimensi Pengalaman Spiritual Sufi
Pengarang : Mustaghfirin
Publikasi : Semarang: Program Pascasarjana IAIN Walisongo, 2008
Subjek : Tasawuf
Kata Kunci : Sufi, Sufisme, Waktu dalam tasawuf, Spiritual Sufi, Ittihad
Abstrak : Waktu sufi adalah ekstase ketika seorang hamba berada dalam keadaan bebas dari masa lalu dan masa depan, lupa segalanya karena ittihad dengan Al-Haqq. Kaum sufi mengartikan ketenggelaman bentuk waqt di dalam wujud Tuhan, bagaikan setetes air yang dijatuhkan ke dalam lautan.Dalam tasawuf terdapat tiga tingkatan waktu ekstase yaitu mahabbah, tamakkun dan talawwun yang timbul dari syawq, khawf dan raja’. Momentum yang paling masyhur sebagaimana yang dialami Nabi Muhammad ketika mi’raj yang didokumentasikan dalam al-Quran surat al-Najm. Nabi benar-benar dalam kondisi begitu dekat dengan Tuhan, begitu dekatnya beliau berdialog tanpa perantaraan malaikat, sehingga Nabi menggambarkan pada saat itu dengan:“Aku memiliki waktu khusus bersama Allah yang tidak bisa dimasuki Malaikat yang mendekat dan tidak juga nabi yang diutus.” Penggambaran mi’raj di sana qaba qawsaini aw adna diartikan oleh al-Ghary dengan wuquf ‘inda masyarif al-abadiyah wa nihayah rihlah al-mi’raj bi al-ruh. Ungkapan Nabi: "Aku mempunyai waktu khusus bersama Tuhan” sering digunakan oleh sufi untuk menunjukkan pengalaman waktu mereka, waktu dimana mereka berhenti di luar waktu dan menjangkau waktu sekarang yang abadi (eternal now) di dalam Tuhan. Seorang sufi yang telah bebas dari segala sesuatu selain Allah, maka ia telah merdeka sehingga berkemampuan untuk memadatkan waktu (al-thayy), seperti halnya mi’raj Nabi, dan dengan mukasyafah, surga bisa diperlihatkan begitu dekatnya, seakan-akan di depan mata.


Dokumen : ಫುಲ್ಲ್ತೆಕ್ಷ್ತ