Judul : Studi analisis pendapat Al Syafi’i tentang perkawinan antaragama Pengarang : Arifin
Publikasi : Semarang: IAIN Walisongo, 2006.
Subjek : HUKUM ISLAM-PERKAWINAN
Kata Kunci : Istinbath hukum, Metode istinbath hukum, Ahlul kitab, Musyrik, Zina
Abstrak : Hubungan muslim dengan nonmslim seringkali sampai pada jenjang pernikahan. Lalu bagaimana pendapat Al-Syafi'i tentang perkawinan antaragama? Bagaimana metode istinbath hukum Al-Syafi'i tentang perkawinan antar agama? Penulisan ini menggunakan jenis penelitian kualitatif dan penelitian kepustakaan (Library research). Sedangkan Pendekatannya menggunakan pendekatan deskriptif analisis. Adapun data primer yaitu karya Al-Syafi’i yang berhubungan dengan judul di atas di antaranya: (1) Al-Umm, dan al-Risalah. Sedangkan data sekunder, yaitu literatur lainnya yang relevan dengan judul di atas. Sebagai tknik pengumpulan data menggunakan teknik library research (penelitian kepustakaan), dengan analisis data kualitatif. Hasil dari pembahasan dapat diterangkan bahwa dalam perkawinan antar agama menurut Imam Syafi'i, laki-laki muslim tidak boleh menikah dengan wanita non muslim dengan alasan surat al-Baqarah 221: walâ tankihul musyrikâti hatta yukminna walâmatun mu'minatun khairun min musyrikatin walau a'jabatkum. Wanita muslimah tidak boleh menikah dengan laki-laki non muslim dengan alasan surat al-Baqarah 221: walâ tunkihul musyrikîna hatta yukminu wala'abdun mu'minun khairun min musyrikin walau a'jabakum. Laki-Laki muslim tidak boleh menikah dengan wanita non muslim kecuali dengan wanita non muslim yang berasal dari ahli kitab. Menurut al-Syafi'i yang dimaksud dengan ahli kitab tersebut adalah keturunan Bani Israil atau orang-orang yang berpegang teguh pada kitab Taurat pada masa Nabi Musa dan orang-orang yang berpegang teguh pada kitab Injil pada masa Nabi Isa. Sedangkan Istinbath hukum al-Syafi’i yang membolehkan laki-laki muslim menikah dengan wanita non muslim dari ahli kitab didasarkan atas di takhsis surat al-Baqarah ayat 221 oleh surat al-Maidah ayat 5. Adapun ahli kitab yang dimaksud oleh al-Syafi'i hanya terbatas kepada keturunan Bani Israil atau orang-orang yang berpegang teguh pada kitab Taurat pada masa Nabi Musa dan orang-orang yang berpegang teguh pada kitab Injil pada masa Nabi Isa. Disebabkan: (a) Dalam ayat 5 al-Ma'idah terdapat lafal min qablikum yang berarti orang-orang Bani Israil atau orang-orang yang berpegang teguh pada kitab Taurat pada masa Nabi Musa dan orang-orang yang berpegang teguh pada kitab Injil pada masa Nabi Isa. (b). Nabi Musa dan Nabi Isa hanya diutus kepada Bani Israil. Dalam kaitan ini, penulis kurang sependapat dengan pendapat al-Syafi'i yang mengkategorikan ahlul kitab seperti tersebut di atas. Alasan penulis kurang setuju karena bila diaplikasikan di Indonesia, maka orang-orang Indonesia yang menganut agama Yahudi atau Nasrani sesudah turunnya al-Qur’an maka mereka tidaklah termasuk di dalam ahlul kitab, konsekuensinya maka tidak halal bagi muslim menikahi perempuan-perempuan mereka.
Dokumen : bu1002